Senin, 06 Juni 2011

Kepercayaan Konsumen Indonesia Berada Di Peringkat Ketiga Dunia









            Kita harus menerima dengan lapang dada bahwa Pada dasaranya Indonesia mayoritas adalah Negara konsumen bukan Negara membuat pembaharuan alias Inovation Created. Seperti pembeli Handphone terbanyak di dunia  sebesar 3/4 atau sekitar 180 juta jiwa dari 240 juta jiwa di Indonesia. Pada dasarnya konsumen atau Consumer adalah seseorang yang membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari tanpa adanya menciptakan barang tersebut. Sekarang berkaca masing-masing pada diri anda, apakah anda seorang Consumer atau Inovation Created ?

Kepercayaan konsumen Indonesia terhadap “kondisi subsidi pemerintah BBM” sungguh menyakinkan, karena Indonesia adalah Negara konsumen terbesar di dunia setelah India dan Afrika Selatan pada kuartal I-2011. Kepercayaan konsumen tersebut salah satunya dampak dari kebijakan pemerintah untuk melanjutkan subsidi bahan bakar. Subsidi tersebut menjadi pelindung konsumen dari tekanan inflasi.

Konsumen Indonesia secara konsisten tetap yakin dengan kondisi perekonomian karena pemerintah masih menyubsidi BBM dan tetap yakin karena inflasi masih bisa terkendali. Waktu itu konsumen Indonesia pernah jatuh pada tahun 2009, nah pada tahun 2010 keyakinan konsumen tumbuh terus. Pada kuartal I, Negara yang tingkat keyakinan konsumennya rendah adalah Korea Selatan dan Taiwan.

Survei mengatakan pada 28 ribu konsumen daring (dalam jaringan atau online) di 51 negara, sekitar 500 orang di antaranya di Indonesia. Hasil survey mengatakan 12 bulan ke depan adalah waktu yang tepat untuk belanja. Meskipun sebagian besar konsumen menyatakan optimisme yang sangat tinggi terhadap perekonomian Negara, sekitar 60 persen konsumen menyatakan Negara sedang dalam kondisi resesi. Mereka juga pesimistis pada akhir tahun ini Indonesia bisa keluar dari resesi. Hanya 26 persen responden yang yakin Indonesia bisa keluar dari resesi. Hanya 26 persen responden yang yakin Indonesia bisa keluar dari resesi. Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri Indonesia juga merilis hasil penelitian terkait tingkat kepercayaan konsumen.

Industri Perbankan belum Mampu Dorong Perekonomian








            Berdasarkan Perspektif dan Paradigma saya, perbankan di Indonesia terus meningkat dan terhindarnya dari krisis globalisasi didunia pada tahun 2009-2010. Indonesia adalah Negara berkembang yang memiliki tinggi inflasi setiap tahunnya. Indonesia adalah salah satu Negara Asean yang terhindar dari krisis global dan didunia Indonesia masuk dalam 5 besar Negara yang terhindar dari krisis global.

Perannya tidak lepas dari intervensi pemerintah yang menghemat APBN serta peran penting industri perbankan sepanjang tahun 2010 tumbuh senilai Rp60,79 triliun atau sekitar 39,38 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, kinerja positif itu dikritis karena industri perbankan dinilai belum mampu mendorong pertumbuhan Indonesia.

            Kinerja perbankan 2010 itu tercermin dari hasil riset, Biro Riset Infobank bertajuk “Rating 120 Bank Versi Infobank 2011”. Peningkatan permodalan perbankan yang ditambah dengan banjirnya likuiditas menambah agresivitas perbangkan dalam penyalur kredit. Mayoritas bank di Indonesia mencatat pertumbuhan laba positif hanya 32 bank di antaranya yang labanya turun. Bank yang turun labanya adalah bank dengan aset kurang dari Rp 1 triliun. Tebalnya NIM (Nett Interest Margin) bunga bersih mendongkrak laba perbankan yang mayoritas masih ditopang pendapatan bunga bersih.

            Peningkatan laba juga lebih banyak di pengaruhi pendapatan berbasis jasa (Fee Based Income), sehingga membuat perbankan tidak berkarakter karena meninggalkan prinsip financial deepening. Prinsip itulah yang seharusnya didorong untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

            Rating Infobank dilakukan berdasar laporan keuangan yang dipublikasikan, khususnya dalam lima kriteria, yakni permodalan, aktiva produktif, rentabilitas, likuiditas dan efisiensi. Bank dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan besar modal, yakni bank bermodal Rp 100 miliar-Rp 1 triliun, Rp 1 triliun-Rp 10 triliun dan diatas Rp 10 triliun.

Minggu, 05 Juni 2011

Reformasi Mengalami Resesi Perekonomian Industri Nasional








            Di pasar bebas atau Kapitalisme yang sepertinya mengharamkan Proteksionisme dari intervensi Pemerintah dimana pun Negaranya yang menganut paham Kapitalisme dan Negara Maju masih mengimplementasikannya. Saya sangat ironis dan terpukul melihat informasi ini, ibaratnya melihat gunung di dalam raung hampa. Menurut anda, apakah Negara kita menggunakan paham Kapitalisme? Berikan alasanya secara Perspektif dan Paradigma.

            Reformasi perekonomian nasional masih jauh dari harapan bahkan membuat “sikon” Situasi dan Kondisi lebih Resesi ketimbang Orde Baru. Lambatnya dinamika perkembangan industri membuat keberhasilan pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh pendapatan tinggi. Menurut Wakil Ketua (Kepala Dagang Indonesia) Kadin bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik mengatakan evaluasi perkembangan perekonomian nasional di tengah momentum Hari Kebangkitan Nasional tahun ini dan reformasi di bidang ekonomi ini terus terang agak lambat karena banyak persoalan ekonomi yang tidak tuntas. Tumbuhnya tingkat konsumen dan yang menikmati hanyalah kalangan atas.

            Pertumbuhan konsumsi berbanding terbalik dengan pertumbuhan industri yang lebih buruk dari pada masa Orde Baru. Padahal, pertumbuhan konsumsi cukup bagus meski tidak setinggi era reformasi. Reformasi selama 13 tahun ini mengalami Deindustrialisasi  besar-besaran serta riset dan Development kurang baik ketimbang Orde Baru.

            Sekarang ekonomi kita terlalu vulgar alias liberal sekali dan pemerintah kurang respon atas Proteksionisme industri Nasional. Seharusnya industri masih berlindung dari payung pemerintah supaya bisa memproduksi dengan biaya rendah. Sistem ekonomi Indonesia bahkan semakin jauh dari amanah konstitusi. Pemerintah kiant mendekat pada pengusaha bukanya pada rakyat. Pemerintah berupaya memancing investor melalui implementasi perdagangan bebas tetapi tidak memperhatikan kesenjangan ekonomi rakyat.

Sabtu, 04 Juni 2011

Khawatir Jika Pemerintah Turut Menandatangi Uang



Ada sedikit informasi dan komunikasi buat teman-teman tentang artikel saya yaitu Bank Indonesia mengingatkan efek dari intervensi Menteri Keuangan menandatangani uang pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan turut menandatangani pernyataan utang dan menanggung ongkos pengadaan uang. Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran dengan turut sertanya pemerintah tanda tangan, akan muncul ketidakpastian.

Pembahasan Rancangan undang-undang mata uang, salah satu hal yang dibahas dalam RUU itu adalah dicantumkannya tanda tangan Menteri keuangan pada uang yang diadakan dan diedarkan di Indonesia.Selama ini, terkesan tanda tangan pada uang hanya masalah sepele tetapi berimbas pada penanggung jawab moneter. Bahkan, seandainya ditetapkan sebagai undang-undang dasar. BI bertanggung jawab atas kebijakan moneter sedangkan pemerintah kebijakan fiskal. Kebijakan moneter termasuk pencetak uang, kembalikan lagi pada dasarnya BI untuk kebijakan moneter. Seandainya Menteri Keuangan tanda tangan uang fiskal dan moneter campur.

            Salah satu kekhawatiran jika pemerintah turut menandatangi uang adalah bisa meminta BI untuk mencetak uang. Sebaliknya, uang yang sudah siap dicetak tak kunjung tuntas akibat pemerintah tidak menyetujui dan menandatangani. RUU mata uang tidak mengatur soal pengaturan dan penyetaraan mata uang atau rededominasi.

Pengendalian inflasi harus koordinatif antara BI sebagai otoritas kebijakan moneter dan Menteri Keuangan sebagai otoritas kebijakan fiskal, Itu koordinasi agar efektif. Seperti di informasikan, BI mengingatkan dampak intervensi pemerintah, yakni Menteri Keuangan, dalam penandatanganan di lembar uang rupiah. Dengan penandatanganan tersebut, BI menyebutkan, pemerintah akan turut menandatangani pernyataan uang dan menanggung ongkos pengadaan uang.

Kekhawatirannya, jika pemerintah ikut menandatangani lembar rupiah, BI bisa diminta untuk mencetak uang. Sebaliknya, uang yang sudah siap cetak dapat tidak tuntas karena pemerintah tidak  menyetujui dan menandatangani.

Penerapan Standar Akuntansi Internasional




            Saya membuat artikel ini karena tuntutan Informasi dan Komunikasi dinamika Ekonomi Negara Indonesia untuk anda yang membaca artikel ini. Nah,  Akuntansi bukanlah hal yang tabu lagi di dunia Ekonomi dan Bisnis. Bagi anda yang berkecimbung di dunia Ekonomi dan Bisnis pasti sangat membutuhkan seorang tenaga profesional seorang akuntan. Di dalam perusahaan Akuntansi adalah “Jantung Urat Nadi” yang memompa keuangan perusahaan, ibaratnya jantung manusia yang memompa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Akuntansi sebagai “Arus Tegangan Katalisator” pembukuan keuangan, ibaratnya listrik yang memberi tegangan dari saklar rumah ke media elektronik yang melalui perantara kabel. Perusahaan tidak lepas dari intervensi pemerintah di dunia Ekonomi dan Bisnis.

            Pemerintah sangat mendukung Akuntansi istilah lainnya pembukuan salah satunya pencatatan dana yang spesifik, detail, akurat dan ter-update. Pemerintah juga mendukung penuh penerapan Standar Akuntansi Internasional di Indonesia, yang ditargetkan dapat dimulai pada tahun 2012. Namun, Konvergensi Standar Akuntansi Internasional (Internasional Financial  Reporting Standar) IFRS itu tidak berati mengabaikan kebutuhan akan standar Akuntansi lokal, sesuai kondisi setempat.

            Dalam forum Kebijakan Regional IFRS ke-5 dan seminar yang diselenggarakan (Ikatan Akuntan Indonesia) IAI, Senin 23 Mei di Denpasar, Bali. Forum dihadiri 300 akuntan, akademis, pelaku pasar dan Kementrian Keuangan. Mereka berasal dari Negara Australia, Selandia Baru, Jepang, China, Singapura, Korea Selatan, Malaysia, Pakistan, Inggris, Amerika Serikat, Filipina, Thailand dan Irak.

            Menurut Wapres, konvergensi IFRS merupakan salah satu perjanjiaan penting yang dicapai Negara G-20, dimana Indonesia merupakan satu-satunya Negara anggota dari Asia Tenggara. Konvergensi IFRS bukan hanya terkait masalah akuntansi, melainkan lebih dari tujuan utamamya adalah meningkatkan kualitas dan transparansi laporan keuangan.

            Sejak awal Pemerintah Indonesia memberikan dukungan penuh terhadap upaya mempromosikan penerapan standar akuntansi internasional di negeri ini, meskipun konvergensi IFRS di Indonesia tidaklah mudah. Proses ini membutuhkan komitmen duat dari semua pihak. Oleh karena itu Direktur Jendral Pajak, Kementrian BUMN, Bapepam, Bank Indonesia, Kementrian Keuangan dan Instansi lainnya diharapkan menyatukan peraturan dengan ketentuan IFRS.

Kamis, 02 Juni 2011

Investor Asing Berlomba-lomba Menguasai Perekonomian Pariwisata Di Nusantara




            Di zaman Globalisasi ini sudah masuknya Liberalisme dan Kapitalisme memasuki Nusantara di sektor Perekonomian Pariwisata, pasti Anda sudah mengetahuinya ? Investor asing pariwisata sudah melampaui dosis Pemilikan Saham di Nusantara dan berlomba-lomba membangun resor di kawasan wisata strategis serta biro perjalanan asing juga bebas keluar-masuk ke Indonesia sehingga pengusahan domestik pun terpuruk. Pemerintah diminta serius untuk menyusun pembatasan penetrasi asing.

            Di kawasan obyek wisata Senggigi, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat tercatat masing-masing 5-10 orang yang memiliki tanah dan rumah pribadi yang luasnya sampai satu hektar. Rumah atau Villa itu selain ditempati sendiri, juga disewakan untuk umum dengan harga Rp 600.000-Rp750.000 sehari. Sementara itu, pemodal asing melirik kawasan wisata tersebut.

            Pemodal asing lainnya mulai melirik kawasan wisata Pantai Plengkung di Banyuwangi, Jawa Timur. Adapun pemerintah kabupaten hingga kini belum membatasi kepemilikan modal asing di bidang wisata tersebut. Di Plengkung, kawasan wisata yang menjadi favorit peselancar dunia, tiga resor sudah berdiri di kawasan tersebut.

Investor asing sebenarnya sudah lama mengincar Pantai Plengkung sebagai tempat menanam modal tetapi sampai saat ini belum terealisasi. Investor itu dating dari Australia dan  Amerika Serikat. Investor asing berlomba-lomba menguasai Perekonomian Pariwisata serta membagun resor serta membangun resor di kawasan strategis, seperti Sumatera, Bali dan Kawasan Timur Indonesia. Obyek-obyek tersebut mereka kuasai secara penuh.

Selain Perekonomian Pariwisata, investor asing juga menguasai keluar-masuk jasa penginapan dan biro perjalanan wisata. Jumlah hotel yang dimiliki asing terus meningkat. Pebisnis asing juga secara bebas mengoperasikan bisnis perjalanan wisata. Mereka dengan mudah dan bebas membawa rombongan turis tanpa kerjasama dengan partner domestik.

bookmark

Share |

Entry Popular