Sabtu, 10 April 2010

PT di JABAR buka Jurusan TI

Hukum pasar ini juga berlaku bagi dunia pendidikan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini membuat banyak perguruan tinggi membuka jurusan yang berkecimpung dengan dunia komputer tersebut. Berdasarkan data Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer (Aptikom) Wilayah IV Jabar, saat ini terdapat sekitar 160 perguruan tinggi yang memiliki program studi informatika di Tanah Pasundan. Dimana 60 di antaranya berada di kota Bandung dan sekitarnya.

Sekarang informatika secara umum sedang booming. Bahkan sekarang setiap kabupaten kota di Jabar sepertinya memiliki pendidikan informatika. Kebutuhan industri akan tenaga informatika saat ini sangat besar. Namun dirinya juga tidak menyangkal jika masih ada kesenjangan antara industri dengan perguruan tinggi.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga informatika di lingkungan instansi pemerintahan saja cukup besar. Di lingkungan Pemprov Jabar saja, saya hitung kira-kira butuh sekitar 6.000 tenaga informatika. Belum lagi kebutuhan untuk instansi swasta dan lainnya. Tapi memang masih ada kesenjangan antara industri dengan kampus.

Kesenjangan antara industri dengan kampus seharusnya bisa diakali dengan membangun kerja sama yang produktif. Misalnya dengan mengadakan program kerja magang selama 1 semester atau juga dengan penelitian.

Satgas Mafia Hukum Periksa Polisi Markus


Hadir dalam kesempatan itu Kapolwil Cirebon Kombes Tugas Dwi Aprianto, Kasat Tipikor Direktorat Reskrim Polda Jawa Barat AKBP Sony Sonjaya serta sejumlah pejabat Polda Jabar dan Mabes Polri.

Dalam keterangannya kepada wartawan, Herman Effendi menyatakan hasil pemeriksaan dan penjelasan yang disampaikan penyidik polres diketahui bahwa Aipda NS terindikasi kuat melakukan tindak pidana murni. secara sengaja telah meminta uang sekitar Rp14 juta kepada keluarga Kadana warga Desa Karangampel Lor, Kec.Karangampel, Kab.Indramayu. Menurut keterangan uang tersebut digunakan untuk membantu proses pembebasan Kadana yang terjerat dakwaan kasus pembunuhan, kata Herman.

Disinggung tentang dugaan keterlibatan lembaga lain yang disebut-sebut keluarga terdakwa, yakni oknum jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Indramayu, Herman menyatakan masih belum bisa membuktikannya.

Satgas Mafia Hukum akan melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada keluarga terdakwa dan terpidana kasus pembunuhan tersebut.

Terkait dengan dugaan keterlibatan jaksa yang menangani kasus Kadana dan adanya aliran dana ke lapas Indramayu, muncul dari pengakuan Casnawi (50), kerabat Kadana. Casnawi mengatakan bahwa Aipda NS akan memberikan uang yang diterimanya itu kepada jaksa dan petugas lapas.

Sehingga saat ini keluarga Casnawi meyakini uang sebesar Rp14 juta tersebut akan bisa membebaskan Kadana dari jeratan hukum. Namun yang terjadi sebaliknya, Kadana malah divonis tujuh tahun penjara atas sangkaan pembunuhan.

Rekomendasi awal adalah adanya indikasi pidana yang dilakukan oleh oknum polisi NS. Untuk lembaga lain yang disebut-sebut terlibat, kami harus investigasi lagi dan NS, jelas harus di proses hukum karena melakukan tindak pidana, tambah Herman.

Filsafat Trias Politica

Konsep Trias Politica merupakan ide pokok dalam Demokrasi Barat, yang mulai berkembang di Eropa pada abad XVII dan XVIII M. Trias Politica adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan : pertama, kekuasaan legislatif atau membuat undang-undang; kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang; ketiga, kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang.

Konsep tersebut untuk pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755). Filsuf Inggris John Locke mengemukakan konsep tersebut dalam bukunya Two Treatises on Civil Government (1690), yang ditulisnya sebagai kritik terhadap kekuasaan absolut raja-raja Stuart di Inggris serta untuk membenarkan Revolusi Gemilang tahun 1688 (The Glorious Revolution of 1688) yang telah dimenangkan oleh Parlemen Inggris.

Menurut Locke, kekuasaan negara harus dibagi dalam tiga kekuasaan yang terpisah satu sama lain; kekuasaan legislatif yang membuat peraturan dan undang-undang, kekuasaan eksekutif yang melaksanakan undang-undang dan di dalamnya termasuk kekuasaan mengadili, dan kekuasaan federatif yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain (dewasa ini disebut hubungan luar negeri).

Selanjutnya, filsuf Perancis Montesquieu pada tahun 1748 mengembangkan konsep Locke tersebut lebih jauh dalam bukunya L’Esprit des Lois (The Spirit of Laws), yang ditulisnya setelah dia melihat sifat despotis (sewenang-wenang) dari raja-raja Bourbon di Perancis. Dia ingin menyusun suatu sistem pemerintahan di mana warga negaranya akan merasa lebih terjamin hak-haknya.

Ide pemisahan kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu, dimaksudkan untuk memelihara kebebasan politik, yang tidak akan terwujud kecuali bila terdapat keamanan masyarakat dalam negeri. Montesquieu menekankan bahwa seseorang akan cenderung untuk mendominasi kekuasaan dan merusak keamanan masyarakat tersebut bila kekuasaan terpusat pada tangannya. Oleh karenanya, dia berpendapat bahwa agar pemusatan kekuasaan tidak terjadi, haruslah ada pemisahan kekuasaan yang akan mencegah adanya dominasi satu kekuasaan terhadap kekuasaan lainnya .

Montesquieu juga menekankan bahwa kebebasan akan kehilangan maknanya, tatkala kekuasaan eksekutif dan legislatif terpusat pada satu orang atau satu badan yang menetapkan undang-undang dan menjalankannya secara sewenang-wenang. Demikian pula, kebebasan akan tak bermakna lagi bila pemegang kekuasaan menghimpun kedua kekuasaan tersebut dengan kekuasaan yudikatif. Akan merupakan malapetaka –seperti yang dikemukakan oleh Montesquieu– bila satu orang atau satu badan memegang sekaligus ketiga kekuasaan tersebut dalam suatu masyarakat.

Dalam uraiannya, Montesquieu membagi kekuasaan dalam tiga cabang yang menurutnya haruslah terpisah satu sama lain; kekuasaan legislatif (kekuasaan untuk membuat undang-undang), kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, tetapi oleh Montesquieu diutamakan tindakan di bidang politik luar negeri), dan kekuasaan yudikatif (kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang).

Trias Politica menganggap kekuasaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak azasi warga negara dapat lebih terjamin.

Sejarah Dinamika Demokrasi

Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.

Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.

Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.

Saat ini arti demokrasi sendiri sudah banyak tercemar oleh kosakata humanisme yang mengarah pada konsep liberalis semata. Secara harafiah demokrasi disamakan dengan kebebasan yang tanpa batas. Harus diingat bahwa konsep demokrasi yang membebaskan mensyaratkan "kedewasaan" penggunanya. Demokrasi bukanlah ideologi yang memberikan ruang tak terbatas terhadap setiap keinginan dan kepentingan rakyat karena terlalu bebasnya unjuk kepentingan dengan alih-alih demokrasi akan menyebabkan perbenturan kepentingan-kepentingan itu sendiri.

Di luar itu, demokrasi mensyaratkan suatu konstitusi yang benar-benar kokoh dan sehat supaya dapat mengakomodasi kepentingan seluruh rakyat secara positif dan tidak saling berbenturan. Negara-negara yang sukses dengan konsep demokrasi bukan berarti negara yang memberikan kebebasan kepada warga negaranya sebebas-bebasnya secara harafiah. Negara demokrasi yang sukses adalah sebuah negara dengan konstitusi yang kokoh, jelas, sehat, dan menjunjung nilai-nilai dasar yang mutlak tidak terbantahkan kebenarannya. Karena demokrasi memberi ruang kepada rakyatnya untuk memberikan "suara" dan mengungkapkan kepentingannya masing-masing, diperlukanlah suatu kedewasaan dimana setiap rakyat sadar bahwa mereka tidak mungkin memperjuangkan kepentingan mereka jika itu melanggar hak dan kepentingan mendasar dari orang lain. Kemungkinan terjadinya perbenturan kepentingan inilah yang harus dijaga oleh konstitusi yang kokoh dan sehat sehingga demokrasi dapat dijalankan dengan sehat dan memberikan rasa aman bagi setiap warga negara. Saat konstitusi semacam itu sudah terbentuk, maka setiap warga negara dapat memperjuangkan kepentingannya dengan jelas dan dalam suatu bentuk yang pasti dan terjamin dalam konstitusi.

Demokrasi sendiri seringkali terjegal oleh prinsip dimana kepentingan manusia dianggap tidak terbatas dan sangat sulit untuk dikonsolidasikan. Oleh karena itu, suatu konstitusi harus dibuat sesuai dengan pilihan karakter kebangsaan yang dipilih secara sadar dan mantab sebagai suatu identitas kebangsaan. Konstitusi tersebut disusun dan dipilih oleh "suara" rakyat sebagai simbol karakter mereka sebagai suatu bangsa yang berbeda satu sama lainnya selain juga mencerminkan cita-cita mereka sebagai suatu bangsa. Sebagai contoh, demokrasi Amerika dan demokrasi Indonesia adalah suatu bentuk demokrasi yang berbeda secara konstitusional. Misal, demokrasi Amerika berkomitmen pada hak-hak individu sebagai suatu bangsa, sedangkan demokrasi Indonesia sejak terbentuknya berkomitmen pada persatuan dan kesatuan berbagai suku, agama, dan ras sebagai satu bangsa. Namun keduanya sama-sama meletakkan sistem pemerintahannya dalam kondisi parlementer dimana rakyat dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan penentu nasibnya sendiri yang diwakilkan pada sekelompok wakil rakyat hanya saja dengan kepentingan, batasan, dan arah pergerakan bangsanya yang berbeda. Secara mudahnya, demokrasi Amerika menjamin setiap warga Amerika "bergerak" bebas sebagai seorang Amerika, sedangkan demokrasi Indonesia menjamin setiap warga Indonesia "bergerak" bebas sebagai seorang Indonesia.

Sekjen PBB Desak Penegakan HAM

SEKRETARIS Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mendesak Uzbekistan untuk memenuhi komitmennya dalam penegakan HAM international. Ia juga menghimbau Uzbekistan mengambil langkah guna memperbaiki kondisi Politik di negaranya yang represif.

Dalam pidato di depan Mahasiswa University of World Economy and Diplomacy (UWED), di Tashkent, Uzbekistan, Ban Ki-moon tidak menyebut secara spesifik penegakan HAM.

Bahkan, Ban tidak menyinggung sedikitpun mengenai represi oleh tentara terhadap ribuan demonstran di Andijan, pada 2005. Padahal, diperkirakan 700-1000 orang tewas ditangan tentara Uzbekistan saat menyerbu penjara. Walaupun begitu, pidatonya pada Minggu setempat, di ibu kota Uzbekiztan tersebut mengandung pernyataan publik yang kuat. Mengingat Uzbekistan telah menandatangani perjanjian International mengenai penyiksaan, serta Hak Sipil dan Politik. Ini saatnya untuk meletakannya penegak HAM secara penuh ke dalam praktik, kata Ban Ki-moon.

ANDAIKAN SAJA

Aku teridam

Terduduk lemas di atas tanah

Aku termenung

Berbagai pikiran tak menentu

Menyatu dalam sebuah mimpi

Air mata tak kuasa kutahan

Menetes setetes demi setetes

Aku memandang ke angkasa

Kupandangi satu per satu

Andaikan saja

Aku seperti burung di angkasa

Terbang bebas melayang tanpa beban

Tapi itu hanya impian

Impian adalah khayalan tanpa perjuangan

Aku paham, aku tahu

Hidup adalah perjuangan

Jika tidak berjuang

Kapan akan menang?


By ibrahim

Jumat, 09 April 2010

Menganalisa hasil Pemilu

Pemilihan umum demokratis untuk memilih anggota DPR/DPRD, presiden, dan pilkada, yang ditandai oleh pentingnya suara pemilih, merupakan gejala baru di Tanah Air, termasuk bagi ilmuwan atau pengamat sosial-politik. Karena baru, para ilmuwan politik kita tidak mudah melakukan penyesuaian lantaran melahirkan ilmuwan bukan pekerjaan kebut semalam. Butuh waktu.

Selama ini ilmu sosial kita di kampus-kampus sangat lama didominasi pendekatan kualitatif dengan berbagai perspektifnya. Awal Orde Baru, ilmu politik kita didominasi perspektif modernisasi varian kualitatif seperti yang ditularkan oleh Samuel Huntington cs. Masa pertengahan Orba hingga tumbangnya rezim itu banyak diwarnai oleh pendekatan kualitatif dari varian “kiri”, seperti teori dependensia, sistem dunia, maupun pendekatan kelas sosial atau pendekatan negara (state centered approach) ala Skocpol atau Peter Evan, misalnya.

Kecenderungan pendekatan kualitatif dari perspektif “kanan” maupun “kiri” tersebut bukan karena mahasiswa dan sarjana ilmu sosial kita tidak mengikuti perkembangan ilmu sosial di dunia, melainkan lebih karena konteks sosial-politik Orba yang membuat kecenderungan tersebut lebih relevan dan lebih mungkin dipraktekkan. Pada zaman Orba, pemilihan umum tidak penting dilihat dari sudut pandang pemilih.

Pemilu Orde Baru hanya pemilu seolah-olah. Sebab, pemilu dilaksanakan tanpa kebebasan politik. Tidak ada persaingan bebas yang berarti antara partai, kelompok kepentingan, maupun warga. Pemilu hanya tameng untuk membenarkan Orba. Mengamati tingkah laku politik warga, politikus, kelompok-kelompok sosial, dan partai politik menjadi tidak penting. Yang lebih relevan adalah mengamati elite, khususnya eksekutif, dan tentara, serta kebijakan-kebijakan yang dibuatnya dengan segala implikasinya terhadap partai, kelompok sosial, dan warga negara.

Pada masa Orba, mengamati pemilu tidak penting karena tanpa diamati pun hasil pemilu sudah dapat diketahui hasilnya, yakni Golongan Karya (Golkar). Kalau mengingat masa itu, rasanya sulit memaafkan Golkar. Tapi kita sekarang sudah menganut demokrasi, dan siapa pun boleh ikut bersaing di arena politik baru ini, termasuk yang dulu penentang demokrasi. Di situlah kebesaran demokrasi.

Lebih dari itu, pada masa Orba tidak mungkin peneliti politik bertanya kepada warga negara biasa tentang aspirasi politik mereka; tidak mungkin bertanya kepada seorang ibu rumah tangga di sebuah desa di pedalaman Kalimantan, misalnya, partai apa yang akan dipilihnya bila pemilu diadakan; tidak mungkin bertanya apakah puas atau tidak puas terhadap kerja Presiden Soeharto, dan seterusnya. Jangankan bertanya seperti itu, masuk ke desa saja untuk tujuan menggali aspirasi politik rakyat sulit diizinkan oleh aparat desa, Babinsa, atau Koramil.

Konteks politik Orba semacam itu telah memberangus kebebasan meneliti, dan telah membuat perilaku memilih rakyat sebagai subyek penelitian terbengkalai. Karena itu, kalaupun di kampus-kampus mahasiswa ilmu politik diberi mata kuliah analisis politik kuantitatif, praktis ilmu tersebut tidak diterapkan. Padahal, untuk menjadi ilmuwan sosial yang tangguh, seorang ilmuwan tidak hanya luas wawasan teoretisnya, tapi juga kaya pengalaman penelitian empirisnya.

Pemilu 1999

Ketika memasuki politik demokrasi dan pemilu bebas pada 1999, hampir tidak ada pengamat atau ilmuwan yang punya peralatan memadai untuk memahami dan menjelaskan gejala pemilu demokratis. Peralatan itu terutama analisis kuantitatif terhadap sikap dan perilaku politik pemilih dengan data yang digali lewat survei opini publik. Ilmuwan politik ketika itu menjadi gagap. Banyak bicara atau berkomentar di media dengan perasaan, kira-kira, atau paling banter dengan hipotesis, tanpa ukuran dan data yang jelas.

Para pengamat waktu itu meyakini bahwa PAN akan menang besar hanya karena didukung oleh banyak intelektual dan dipimpin oleh tokoh reformasi Amien Rais. Bahkan Indonesianis sekelas Ben Anderson, bapaknya ilmuwan politik kualitatif Indonesia, meyakini bahwa Golkar akan habis di Pemilu 1999. Ilmuwan politik sulit dibedakan waktu itu dengan penulis cerpen, atau pembaca puisi. Indah dan enak didengar atau dibaca, tapi tanpa atau miskin fakta. Puisi memang bukan tentang kebenaran, melainkan keindahan.

Menjelang Pemilu 1999, memang sudah ada lembaga penelitian sosial yang telah memulai survei sikap dan perilaku politik pemilih, LP3ES, tapi skopnya masih terbatas dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak dilatih khusus dalam ilmu politik kuantitatif ini. Hanya keterampilan statistik dan metodologinya yang memadai, tapi substansinya belum. Lembaga ini memang bukan fakultas ilmu sosial, dan karena itu keliru kalau berharap ada pasokan teori dan substansi dari situ.

Kehadiran survei-survei IFES pada Pemilu 1999 memperbaiki keadaan ini. Tapi dari sisi substansi dan teori, IFES juga masih terbatas karena orang-orang di belakangnya memang bukan peneliti atau ilmuwan sosial, tapi lebih sebagai aktivis demokrasi.

Tradisi keilmuan tentang perilaku memilih warga negara yang merupakan komponen pokok dalam pemilu demokratis mulai mendapatkan perhatian yang cukup memadai lewat penelitian tentang perilaku memilih nasional beberapa hari setelah Pemilu 1999 (post-election survey). Ini merupakan proyek riset Ohio-State University yang bekerja sama dengan Laboratorium Ilmu Politik Universitas Indonesia. Hasil studi ini, setelah dikembangkan dengan beberapa studi berikutnya, muncul di Comparative Political Studies. Ini merupakan publikasi pertama tentang pemilih Indonesia di jurnal akademik internasional dari ilmuwan politik dalam maupun luar negeri yang mendalami politik Indonesia.

Dari situlah, teori, metodologi, dan analisis tentang pemilu dikembangkan, khususnya oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI), yang berdiri pada 2003. LSI kemudian beranak-pinak menjadi Lingkaran Survei Indonesia, Indobarometer, dan beberapa yang lain.

Dari lingkungan inilah tradisi analisis kuantitatif tentang pemilihan umum dimulai dan dikembangkan. Kampus-kampus sudah mulai dengan pendekatan ini, tapi masih sangat lambat. LIPI, yang merupakan lembaga penelitian terbesar di Tanah Air untuk ilmu sosial, juga masih belum berdiri di depan. Belum ada program khusus tentang studi pemilih Indonesia oleh universitas dengan biaya yang cukup dari negara. Di Amerika, program studi pemilu ini yang berpusat di University of Michigan dibiayai oleh negara, walaupun pada masa awalnya dibantu juga oleh pihak swasta.

Survei pesanan

Ilmuwan sosial kita yang berbasis di kampus masih asing terhadap studi kuantitatif atas pemilih Indonesia. Padahal merekalah yang diharapkan memberikan analisis dan pandangan-pandangan tentang pemilih dan hasil pemilu. Karena ekspektasi yang begitu besar kepada mereka, mereka dipaksa bicara juga, dan masih banyak di antara mereka yang bersandar pada perasaan, bukan data penelitian empiris dan analisis kuantitatif atas perilaku memilih rakyat. Kalaupun ada yang melakukan penelitian, sejauh ini masih berada pada tingkat coba-coba sehingga belum memenuhi standard yang diharapkan.

Sementara itu, kebutuhan akan hasil studi kuantitatif atas perilaku memilih rakyat semakin besar, terutama dari partai politik. Bersamaan dengan itu, muncul anggapan yang salah bahwa hasil studi empiris atas sikap dan perilaku pemilih dapat digunakan untuk kampanye atau memobilisasi massa pemilih. Bukan dijadikan sebagai bahan masukan untuk program kerja partai. Maka muncullah perusahaan-perusaha an survei “yang hasilnya bisa diatur oleh klien” atau survei pesanan. Pelaku survei ini umumnya bukan ilmuwan sosial dengan kualifikasi dan keahlian formal di bidang perilaku politik, dan sering tidak punya kaitan dengan dunia akademik atau kampus. Selama ada pasarnya, dan selama ilmuwan politik dan kampus-kampus masih asing dan gagap dengan studi empiris perilaku memilih rakyat, perusahaan-perusahaan survei pesanan ini akan tetap hidup.

Survei Pilkada

Sistem pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada) memberikan kebebasan sepenuhnya bagi masyarakat pemilih untuk menentukan siapa kandidat kepala daerah yang akan mereka pilih.

Kandidat yang akan dipilih masyarakat menjadi sangat tergantung pada popularitas (keterkenalan) yang bersangkutan di masyarakat pemilihnya. Tingkat popularitas para kandidat itu bisa diukur dengan metode ilmiah yang akurat, yakni survei popolaritas bagi kandidat.

Hasil survei tersebut dapat menjadi masukan amat penting untuk melihat secara riil kekuatan dan kelemahan kandidat sekaligus untuk menghadapi masa kampanye yang akan segera dilakukan. Hasil survei juga membimbing kandidat dan tim sukses tentang apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan peluang terpilih dalam Pilkada nanti.

Informasi tentang pendapat, aspirasi dan harapan warga negara juga mutlak bagi karir politik dari calon pejabat-pejabat publik atau yang sedang menjabat (incumbent). Karir politik mereka juga ditentukan sejauhmana mereka responsif terhadap partisipasi warga negara tersebut.

Manfaat apa yang bisa diambil dari Survei Pilkada?

Mengetahui Popularitas Para Kandidat dan Kemungkinan Tingkat Keterpilihannya (Electebility)

Seberapa luas pemilih setempat mengenal kandidat. Dalam Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, popularitas adalah modal paling dasar yang harus dipunyai oleh seorang kandidat. Survei berguna untuk ini mengukur sejauh mana tingkat pengenalan publik terhadap kandidat. Bagaimana tingkat kesukaan publik terhadap kandidat? Faktor apa saja yang disukai dan tidak disukai dari seorang kandidat? Bagaimana perbandingan popularitas seorang kandidat dibandingkan kandidat lain, kapan kandidat mendapat dukungan kuat dan kapan melemah.

Mengetahui Bagaimana Pandangan Pemilih Terhadap Isu-Isu Penting di Daerahnya (problem & Isue mapping)

Bagaimana penilaian masyarakat atas isu penting di daerah saat ini? Isu-isu apa yang dianggap penting? Bagaimana sikap mereka terhadap satu isu tertentu? Berapa banyak yang pro dan kontra? Sejauh mana pemilih cukup terlibat atau tidak dengan isu dan persoalan di daerah? Program apa yang diinginkan oleh pemilih? Kebijakan apa yang dibutuhkan oleh pemilih setempat? Tindakan apa yang menurut pemilih penting dilakukan? Prioritas apa saja yang diinginkan oleh mereka?

Mengetahui Tingkat Kepuasaan Publik terhadap Berbagai Kebijakan Pembangunan dan Kinerja Pemerintah Daerah Yang Sedang Berjalan.

Salah satu kandidat utama pilkada biasanya adalah pejabat yang sedang memerintah. Apakah kepala daerah yang sekarang dianggap sukses atau gagal? Kalau sukses atau gagal, apa sebabnya? Apakah pemilih puas atau tidak puas dengan berbagai kebijakan pembangunan yang telah dibuat? Mana kebijakan yang pemilih ingin teruskan atau hentikan? Pendapat publik mengenai kebijakan pembangunan ini diperlukan untuk mengambil langkah yang tepat ketika kepala daerah yang baru sudah terpilih.

Membantu meningkatkan dan mempertajam Strategi dan penggunaan Medium Kampanye secara Lebih Effektif (Determinasi).

Apa yang seharusnya dilakukan oleh kandidat untuk merebut hati pemilih? Isu apa saja yang bisa dijual untuk membangkitkan sentimen positif dari pemilih? Medium apa yang paling efektif dan efisien untuk menjangkau pemilih? Media apa dan mana yang paling berpengaruh di suatu daerah? Survei menjamin kandidat dan tim suksesnya mengambil tindakan yang benar, yang didukung oleh publik. Survei adalah sumber informasi yang berharga untuk mengetahui bagaimana keinginan publik. Dengan data yang benar itu, bisa dirancang strategi kampanye yang baik.

Survei Pilkada yang Kami Tawarkan

Kami menyediakan beragam paket polling yang sesuai dengan kebutuhan Anda. Ada tiga pilihan yang bisa diambil: snapshot survei, tracking survei dan panel survei.

Snapshot Survei

Survei akan dilakukan satu kali. Tujuannya adalah memotret suara pemilih dalam satu kesempatan ( periode waktu tertentu). Anda bisa memilih, apakah survei akan dilakukan menjelang hari pemilihan atau beberapa bulan sebelum pemilihan. Survei yang dilakukan menjelang hari pemilihan lebih ditujukan untuk mengetahui potensi suara yang bisa didapatkan kandidat kepala daerah. Sementara survei yang dilakukan jauh sebelum hari pemilihan dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran pemilih dan pilihan strategi untuk menarik pemilih. Apapun tujuannya survei dilakukan satu kali saja. Kelebihan dari paket ini, menghemat biaya. Tetapi kelemahannya, karena dilakukan satu kali tidak bisa merekam pergerakan suara pemilih. Kita tidak bisa mengetahui suara pemilih dari satiu waktu ke waktu lain.

Panel Survei (Longitudinal)

Panel survei adalah jenis survei untuk mengukur opini publik yang dilakukan secara periodik ( longitudinal). Berbeda dengan snapshot survei yang hanya mengukur opini publik dalam satu periode waktu, survei ini justru ingin melakukan survei secara periodik dalam jangka waktu terntu. Tujuan dari tracking survei adalah membandingkan dari satu waktu ke waktu lain, pergerakan opini publik. Dengan demikian, panel survei tidak hanya berpretensi memotret opini publik, tetapi juga memotret pergerakan dan perubahan opini publik. Bagaimana suara pemilih dari satu waktu ke waktu lain. Apakah suara kandidat kepal adaerah naik atau turun. Kalau naik kenapa dan kalau turun apa sebabnya. Panel survei juga berguna untuk mengeveluasi strategi. Apakah pilihan strategi yang diambil kandidat kepala daerah berguna atau tidak dalam mendongkrak suara pemilih. Kalau tidak, pilihan strategi apa yang bisa diambil dan sebagainya.

Tracking Survei

Tracking survei hampir mirip dengan panel survei. Keduanya dimaksudkan untuk merekam pergerakan suara pemilih. Sama dengan panel survei, tracking survei dilakukan beberapa kali. Yang membedakan adalah pada responden yang diwawancarai. Pada panel survei, wawancara akan dilakukan pada responden yang sama ( orang yang sama). Kami akan memilih sampel yang representatif, dari sampel yang terpilih itu akan terus menerus diwawancarai secara periodik. Sementara pada tracking survei, orang yang diwawancarai berbeda dari satu waktu ke waktu lain tetapi diambil dengan prosedur dan populasi yang sama. Instrumen yang dipakai dan metode penarikan sampel sama dari satu periode ke periode lain.

Paket survei mana yang Anda pilih tergantung kepada tingkat kebutuhan dan dana yang tersedia. Segera hubungi kami, agar kami bisa menjelaskan secara detail paket yang sebaiknya Anda ambil sesuai dengan kebutuhan dan budget yang tersedia.

Survei Pilkada untuk apa?

KORBAN BOM

by ibrahim

Menggelegar terdengar suara ledakan

Jerit tangis pilu meminta pertolongan

Korban tak bersalah jatuhBergelimpangan

Terkapar hangus mengenaskan

Dada sesak menahan tangis

Mata terpejam tak tega menyaksikan

Tubuh lunglai hilang kekuatan

Remuk redam perasaan mengutuk kebiadaban

Bertobatlah tangan-tangan setan

Sebelum ajal datang menjemput

Balasan setimpal pastikan datang

Doaku Ya Robbi

JAM TANGAN

Jam tangan

Engkau berguna

Untuk melihat waktu

Di pagi, siang, sore dan malam

Jam tangan

Engkau dapat dibawa

Dimana kami berada

Jam tangan

Engkau berbaterai kecil

Membuatmu berjalan sesuai waktu

Jam tangan

Engkau di tangan

Kanan ataupun kiri

Jam tangan

Tanpa engkau

Kami semua tak tahu

Tentang pagi, siang, sore dan malam


by ibrahim

EMBUN PAGI

Pagi hari aku berjalan-jalan

Kunitmati bersih embun pagi

Yang jernih membasahi daun dan rerumputan

Menjadikan pagi sejuk dan riang embun pagi

Aku ingin mengerti dimana kau bermalam

Sehingga pagi-pagi begini telah datang

Menyirami banyak tumbuh-tumbuhan

Menjadikan pagi sejuk dan riang

Melihat, mendengar dan menghayati burung berkicau

Pagi hari sangat sungguh sunyi

Matahari dengan penuh senyum ceria

Terima kasih ya Allah swt.

by ibrahim

Kamis, 08 April 2010

BAB XI MANUSIA DAN HARAPAN

A. PENGERTIAN HARAPAN

Harapan berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi; sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian harapan menyangkut masa depan.

Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Harapan tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan masing-masing. Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan. Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud, maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh. Manusia wajib selalu berdoa. Karena usaha dan doa merupakan sarana terkabulnya harapan.

B. APA SEBAB MANUSIA MEMPUNYAI HARAPAN ?

Menurut kodratnya manusia itu adalah mahluk sosial. Setiap lahir ke dunia langusung disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni di tengah suatu keluarga atau anggota masyarakat lainnya. Tidak ada satu manusiapun yang luput dari pergaulan hidup. Ditengah - tengah manusia lain itulah, seseorang dapat hidup dan berkembang baik fisik/jasmani maupun mental/ spiritualnya. Ada dua hal yabg mendorong orang hidup bergaul dengan manusia lain, yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.

Dorongan kodrat

Kodrat ialah sifat, keadaan, atau pembawaan alamiah yang sudah terjelma dalam din manusia sejak manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Misalnya menangis, bergembira, berpikir, berjalan, bcrkata, mempunyai keturunan dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk itu semua.

Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan, misalnya menangis, tertawa, bergembira, dan sebagainya. Seperti halnya orang yang menonton Pertunjukan lawak, mereka ingin tertawa, pelawak juga mengharapkan agar penonton tertawa terbahak-bahak. Apabila penonton tidak tertawa, harapan kedua belah pihak gagal, justru sedihlah mereka.

Dorongan kebutuhan hidup

Sudah kodrat pula bahwa manusia mempunyai bennacani-macant kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup itu pada garis besamya dapat dibedakan atas : kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani

Untuk memenuhi semua kebutuhan itu manusia bekerja sama dengan manusia lain. Hal ini disebabkan, kemampuan manusia sangat terbatas, baik kemampuan fisik/jasmaniah maupun kemampuan berpikirnya.

Dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia mempunyai harapan. Pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Abraham Maslow sesuai dengan kodratnya harapan manusia atau kebutuhan manusia itu ialah:

a) kelangsungan hidup (survival)

b) keamanan ( safety )

c) hak dan kewajiban mencintai dan dicintai (be loving and love)

d) diakui lingkungan (status)

e) perwujudan cita-cita (self actualization)

Kelangsungan hidup (survival)

Untuk melangsungkan hidupnya manusia membutuhkan sandang, pangan dan papan (tempat tinggal). Kebutuhan kelangsungan hidup ini terlihat sejak bayi lahir.

Setiap bayi begitu lahir di bumi menangis; ia telah mengharapkan diberi makan/ minum. Kebutuhan akan makan/minum ini terns berkembang sesuai dengan perkembangan hidup manusia.

Keamanan

Setiap orang membutuhkan keamanan. Sejak seorang anak lahir ia telah membutuhkan keamanan. Begitu lahir, dengan suara tangis, itu pertanda minta perlindungan. Setelah agak besar, setiap anak menangis dia akan diam setelah dipeluk oleh ibunya. Setelah bertambah besar ia ingin dilindungi. Rasa aman tidak harus diwujudkan dengan perlindungan yang nampak, secara moral pun orang lain dapat memberi rasa aman.

Hak dan kewajiban mencintai dan dicintai

Tiap orang mempunyai hak dan kewajiban. Dengan pertumbuhan manusia maka tumbuh pula kesadaran akan hak dan kewajiban. Karena itu tidak jarang anak-anak remaja mengatakan kepada ayah atau ibu. "Ibu ini kok menganggap Reny masih kecil raja, semua diatur!" Itu suatu pertanda bahwa anak itu telah tambah kesadaran akan hak dan kewajibannya.

Bila seorang telah menginjak dewasa, maka ia merasa sudah dewasa, sehingga sudah saatnya mempunyai harapan untuk dicintai dan mencintai. Pada saat seperti ini remaja banyak mengkhayal. Ia telah radar akan keberadaannya. Pada usia itu, biasanya terjadi konflik batin pada dirinya dengan pihak orang tua. Sebab umumnya remaja mulai menentang sifat-sifat orang tua yang dianggap tidak sesuai dengan alamnya.

Status

Setiap manusia membutuhkan status. Siapa, untuk apa, mengapa manusia hidup. Dalam lagu "untuk apa" ada lirik yang berbunyi "aku ini anak siapa, mengapa aku ini dilahirkan". Dan bagian lirik itu kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa setiap manusia yang lahir di bumi ini tentu akan bertanya tentang statusnya. Status keberadaannya. Status dalam keluarga, status dalam masyarakat, dan status dalam negara. Status itu penting, karena dengan status orang tahu siapa dia.

Perwujudan cita-cita

Selanjutnya manusia berharap diakui keberadaannya sesuai dengan keahliannya atau kepangakatannya atau profesinya. Pada saar itu manusia mengembangkan bakat atau kepandaiannya agar ia diterima atau diakui kehebatannya.

Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran. Ada ucapan yang sering kita dengar

- ia tidak percaya pada din sendiri

- saya tidak percaya ia berbuat seperti itu atau berita itu kurang dapat dipercaya

- Bagaimana juga kita hams percaya kepada pemerintah

- kita harus percaya akan nasehat-nasehat kyai itu, karena nasehat-nasehat itu diambil dari ajaran Al-Qur`an.

Dengan contoh berbagai kalimat yang sering kita dengan dalam ucapan sehari-hari itu, maka jelaslah kepada kita, bahwa dasar kepercayaan itu adalah kebenaran.

Kebenaran

Kebenaran atau benar amat penting bagi manusia. Setiap orang mendambakannya, karena ia mempunyai anti khusus bagi hidupnya. la merupakan fokus dari segala pikiran, sikap dan perasaan.

Dalam tingkah laku, ucapan, perbuatan manusia selalu berhati-hati agar mereka tidak menyimpang dari kebenaran. Manusia sadar, bahwa ketidak benaran dalam bertindak , berucap maupun bertindak dapat mencemarkan atau menjatuhkan namanya, seperti peribahasa yang mengatakan, "sekali lancung ke ujian, selama hidup orang talc percaya", karena itu, wajarlah kalau ketidakbenaran dapat berakibat kegelisahan, ketidakpastian, dan kedukaan.

Dr.Yuyun Suriasumantri dalam bukunya "filsafat Ilmu, sebuah pengantar Populer ada tiga teori kebenaran sebagai berikut :

1) Teori koherensi atau konsistensi

Yaitu suatu pemyataan dianggap benar bila pemyataan itu bersifat koherensi atau konsisten dengan pemyataan-pemyataan sebelumnya yang dianggap benar.

Contoh : setiap manusia akan mati. Paul Manusia. Paul akan mati

2) Teori korespondensi

Suatu teori yang menjalankan bahwa suatu pemyataan benar bila materi pengetahuan yang dikandung pemyataan itu berkomnponden (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pemyataan tersebut.

Contoh : Jakarta itu ibukota republik Indonesia

3) Teori pragmatis

Kebenaran suatu pemyataan diukur dengan kriteria apakah pemyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.

D. BERBAGAI KEPERCAYAAN DAN USAHA MENINGKATKANNYA

Dasar kepercayaan adalah kebenaran. Sumber kebenaran adalah manusia. Kepercayaan itu dapat dibedakan atas :

1. Kepercayaan pada din sendiri

Kepercayaan pada diri sendiri itu ditanamkan setiap pribadi manusia. Percaya pada did sendiri pada hakekatnya percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Percaya pada din sendiri, menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang, dirinya mampu mengerjalcan yang diserahkan atau dipercayakan kepadanya.

2. Kepercayaan kepada orang lain

Percaya kepada orang lain itu dapat berupa percaya kepada saudara, orang tua, guru, atau siapa saja. Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya terhadap kata hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata hati, atau terhadap kebenarannya. Ada ucapan yang berbunyi orang itu dipercaya karena ucapannya. Misalnya, orang yang berjanji sesuatu hams dipenuhi, meskipun janji itu tidak terdengar orang lain, apalagi membuat janji kepada orang lain.

3. Kepercayaan kepada pemerintah

Berdasarkan pandangan teokratis menurut etika, filsafat tingkah laku karya Prof.Ir. Poedjawiyatna, negara itu berasal dari Tuhan. Tuhan langsung memerintah dan memimpin bangsa manusia, atau setidak-tidaknya Tuhanlah pemilik kedaulatan sejati, Karena semua adalah ciptaan Tuhan. Semua mengemban kewibawaan, terutama pengemban tertinggi, yaitu raja, langsung dikaruniai kewibawaan oleh Tuhan, sebab langsung dipilih oleh Tuhan pula (kerajaan).

4. Kepercayaan kepada Tuhan

Kepercayaan kepada Tuhan yang maha kuasa itu amat penting, karena keberadaan manusia itu bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu amat penting, karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya. . Bagaimana Tuhan dapat menolong umatnya, apabila umat itu tidak mempunyai kepercayaan kepada Tuhannya, sebab tidak ada tali penghubung yang mengalirkan daya kekuatannya. Oleh karena itu jika manusia berusaha agar mendapat pertolongan dari padanya, manusia harus percaya kepada Tuhan, sebab Tuhanlah yang selalu menyertai manusia. Kepercayaan atau pengakuan akan adanya zat yang maha tinggi yang menciptakan alam semesta seisinya merupakan konsekoensinya tiap-tiap umat beragama dalam melakukan pemujaan kepada zat tersebut.

Berbagai usaha dilakukan manusia untuk meningkatkan rasa percaya kepada Tuhannya. Usaha itu bergantung kepada pribadi kondisi, situasi, dan lingkungan. Usaha itu antara lain :

a) meningkatkan ketaqwaan kita dengan jalan meningkatkan ibadah

b) meningkatkan pengabdian kita kepada masyarakat

c) meningkatkan kecintaan kita kepada sesama manusia dengan jalan suka menolong, dennawan, dan sebagainya

d) mengurangi nafsu mengumpulkan harta yang berlebihan

e) menekan perasaan negatif seperti iri, dengki, fiinah, dan sebagainya

bookmark

Share |

Entry Popular